Jumat, 19 Desember 2014

PEMIKIRAN FILSAFAT HARUN NASUTION

PEMIKIRAN FILSAFAT HARUN NASUTION
Laporan Ini Disusun Guna Menyelesaikan Tugas Filsafat Umum
Dengan Dosen Pengampu Dra. Hj. Siti Nurlaili M, M.Hum
iain.jpg
Disusun Oleh
Agung Setyawan                  132211158

JURUSAN MANAJEMEN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
            Puja dan puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan nikmat, rahmad, dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan karya tulis ini yang  membahas tentang seorang filsuf yaitu Harun Nasution dengan tepat waktu.
Karya tulis ini kami susun sebagai tugas  mata kuliah Filsafat Umum, dengan dosen pengampu Dra. Hj. Siti Nurlaili M, M.Hum.  Melalui karya tulis ini saya berharap bisa berguna bagi saya dan bagi semua yang membacanya.
            Kami menyadari dengan sepenuh hati bahwa karya tulis ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan berbagai kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.



DAFTAR ISI
JUDUL                                                                                                                                                  1
KATA PENGANTAR                                                                                                                        2
DAFTAR ISI                                                                                                                                        3
BAB 1                                                                                                                                                   
PENDAHULUAN                                                                                                                               4
1.1    LATAR BELAKANG MASALAH                                                                                         4
1.2    RUMUSAN MASALAH                                                                                                            4
1.3    TUJUAN                                                                                                                                       4
                                                                                                                       
BAB 11
ISI                                                                                                                                                          5
2.1    PENEGERTIAN FILSAFAT                                                                                                  5
2.2 FILSAFAT HARUN NASUTION                                                                                            6             
2.2.1. TIGA PRINSIP PEMIKIRAN HARUN NASUTION                                              6
2.2.2. PANDANGAN HARUN NASUTION TENTANG                                   
BEBERAPA PERSOALAN FILSAFAT                                                                               9
2.2.3. TEOLOGI RASIONAL MU’TAZILAH ALA HARUN NASUTION  11
2.2.4. KARYA – KARYA HARUN NASUTION                                                  13

BAB 111              
PENUTUP                                                                                                                                            16
3.1. KESIMPULAN                                                                                                                           16


DAFTAR PUSTAKA                                                                        18
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Para ilmuan-ilmuan yang terkemuka memberikan definisi tentang ilmu Filsafat namun masing-masing definisi mereka berbeda akan tetapi tidak bertentangan, bahkan saling mengisi dan saling melengkapi. Dan terdapat kesamaan yang saling mempertalikan semua definisi itu. Hal tersebut baik untuk menambah wawasan kita karena dengan mengetahui pengertian dari para ilmuan-ilmuan sebelum kita, kita banyak belajar dari sana. 
Selain pengertian Filsafat kitapun perlu mengetahui bagaimana filsafat pandangan dari salah satu ahli filsafat hingga saat ini karena merupakan pengetahuan yang berma’na bagi kita semua.
Untuk mengetahui dan membuka wawasan bagi para pembacanya, kami penyusun makalah akan membahas filsafat dari salah satu tokoh yaitu Harun Nasution.

1.2  Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah, adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah:
a.       Apa Pengertian Filsafat?
b.      Bagaimana Filsafat Harun Nasution?

1.3  Tujuan
Dalam penyusunan Makalah ini, kami penyusun berusaha menjelaskan :

a.       Mengetahui pengertian filsafat
b.      Mengetahui filsafat dari Harun Nasution




BAB I1
ISI
2.1                     Pengertian filsafat
Filsafat berasal dari bahasa yunani yaitu philosopia, yang berarti philos adalah cinta, suka dan sophia adalah pengetahuan, hikmah. Jadi philosophia adalah cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada pengetahuan.
Filsafat adalah “ Ilmu Istimewa” yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat di jawab oleh ilmu pengetahuan biasa karena masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal dan integral serta sistematis hakikat yang ada yaitu:
Ø  Hakikat Tuhan
Ø  Hakikat alam semesta
Ø  Hakikat Manusia
Menurut Harun Nasution Filsafat itu berasal dari dua bahasa yaitu Fil di ambil dari bahasa Inggris dan safah di ambil dari bahasa Arab. Berfilsafat artinya berfikir menurut tata  tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat dengan tradisi,dogma serta agama). Selain itu berfilsafat juga berarti berfikir sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya
Kata shopia berkembang menjadi jenis pengetahuan yang lebih tinggi. Yakni jenis pengetahuan yang dapat mengantarkan manusia untuk mengetahui kebenaran yang murni. Shophia dalam arti ini setidaknya terlihat dari rumusan phytagoras yang menyatakan bahwa hanya dzat yang maha tinggi (Allah) yang mampu memberikan kebenaran murni. Menurut phitagoras manusia hanya mampu sampai pada sifat “pecinta kebijaksaan”. Phitagoras menyatakan “cukup seorang menjadi mulia ketika ia menginginkan hikmah dan berusaha untuk mencapainya meski ia tidak pernah menjadi hikmah itu sendiri.
Karena luasnya lingkungsn pembahasan ilmu Filsafat, maka tidak mustahil jika banyak di antara para ahli filsafat memberikan definisinya secara berbeda-beda. Yang di antarannya adalah sebagai berikut:
a.       Plato mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada
( Ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli ).
b.      Aristoteles mengatakan Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, rethorika, etika, ekonomi, politik dan estetika, ( Filsafat menyelidiki sifat dan asas benda).
c.       Al-Farabi, Filsuf Islam terbesar sebelum Ibnu Siena, mengatakan: Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.


2.2                     Filsafat Harun Nasution
2.2.1        Tiga PrinsipPemikiran Harun Nasution
A.    Ide Tentang Kemajuan ( idea of progres )
Idea of progres ini merupakan kebalikan dari pandangan kejumudan/statisnya agama islam. Dinamika ilmu pengetahuan, seperti dikatakan oleh Koento Wibisono tidak pernah kenal titik henti. Ia selalu berkembang sesuai dengan perkembangan dan perubahan zaman. Salah satu asumsi metafisika Harun Nasution adalah perubahan( being as process –being as progress ). Iqbal, filosof dan penyair terkenal menyebut dengan prinsip gerak, prinsip gerak iqbal mengemukakan bahwa Islam menolak pandangan yang statis tentang alam semesta, sebaliknya ia mempunyai pandangan yang dinamis –kreatif yang terus menuju kesempurnaan.
Harun mengatakn dengan belajar dari pengalaman islam di masa lampau bisa diambil pelajaran, sangat disayangkan umat islam kurang sadar sejarah sehingga kurang mementingkan sejarah. Harun Nasution mengatakan “kita meninjau ke masa lampau untuk belajar dari sejarah dalam rangka menghadapi masa depan kita” Harun Nasution ingin mengajak melihat panorama sejarah islam, ia mengatakan umat islam hidup dalam ide – ide saja tidak membumi, padahal kenyataan  menunjukkan bahwa islam yang berlaku dari masyarakat sejak zaman sahabat adalah fakta – fakta yang jauh dari idealisme.
Berdasarkan eksplorasi Harun terhadap sejarah  islam sekurang kurangnya ada 2 hal yang menjadi keprihatinannya, yaitu perbandingan antara islam pada masa klasik dan islam pada masa pertengahan. Padahal ia sendiri membagi sejarah islam kepada 3 periode,yaitu klasik, petengahan, modern. Masa klasik adalah masa – masa penuh prestasi bagi dunia islam yang memperoleh kemajuan diberbagai bidang terutama ilmu pengetahuan. Sementara pada masa pertengahan adalah  masa kemunduran yang membuat umat islam tertinggal.
Mekanisme metodologis Harun Nasution adalah pada awalnya ia membagi islam pada beberapa aspek. Masing – masing aspek ini kemudian dibuka, ditelaah, dan dibongkar dengan pendekatan sejarah.  Satu aspek islam menurut Harun Nasution adalah aspek sejarah dan kebudayaan.  Satu aspek islam menurut Harun Nasution adalah aspek sejarah dan kebudayaan yang merupakan salah satu aspek yang dipaparkan dalam buku Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya.
B.     Koeksistensi antar Wilayah Absolut-Tekstual dan Relatif Konstekstual Sebagai Fondasi”Perkembangan Ilmu Pengetahuan dalam Islam”
Menurut Jalaludin Rahmat, Harun Nasution adalah tipologi intelektual pemikir bukan intelektual aktivis. Menurut Aswab Mahasin, seperti dikutip oleh Muhammad Rusli Malik, Harun Nasution adalah tipologi pemikir sistem atau logika besar. Diantara manfaat logika besar adalah untuk “mengurai” ataupun untuk pencerahan. Logika besar yang ingin diperhadapkannya adalah islam dan ilmu pengetahuan. Dari logika besar ini diturunkan argumen – argumen lain. Ketika berbicara tentang islam, Harun mencoba mendiskusikan islam secara tekstual dan apa yang terjadi secara historis. Ketika berbicara tentang ilmu pengetahuan, Harun berbicara tentang ilmu pengetahuan sebelum islam(ilmu pengetahuan yunani) dan sesudah masa kemunduran islam(masa munculnya peradaban barat modern).
Harun dalam sebuah metafornya mengatakan “..kalau ilmu pengetahuan berjalan secepat pesawat bermesin, maka agama berjalan secepat kura - kura”. Metamor yang dibuat Harun ini merupakan ungkapan yang disampaikannya betapa penafsiran agama terlalu lambat kalau tidak menyebut stagnan sama sekali dalam merespon perkembangan kebudayaan manusia.
Hal yang dijadikan contoh Harun sangat bertolak belakang, kura – kura sebagai hewan yang sangat lambat yang banyak ditemukan dalam buku – buku karya sastra dan pesawat terbang modern yang sangat cepat, sebagai bentuk penemuan sarana transformasi yang cepat. Tentu saja pemilihan contoh – contoh ini menyiratkan kegelisahan intelektual Harun dalam memotret gerak maju perkembangan penafsiran agama islam.

C.     Kategori Tradisional dan Rasional
Persoalan penting yang menjadi kegelisahan Harun adalah tentang metode befikir. Metode berfikir akan berpengaruh pada cara mengetahui metode berfikir, dan ini juga berpengaruh pada pembentukan pandangan dunia. Pandangan dunia akan mempengaruhi manusia dalam menformat masa depan dan tindakan kongkret partikularnya. Menurut Harun kalau ingin merubah masa depan maka yang diformat ulang adalah cara berfikirnya.
Secara filosofi rasional (al - aql) bagi Harun menurut hemat punulis, merupakan diturunkan dari konsep emanasi. Konsep ini bisa dilacak dari teori emansai al –Farabi ataupun Ibn Sina. Klaim bahwa dunia adalah rasional dihubungkan dengan fakta bahwa ia teratur. Walaupun begitu, penggunaan istilah rasional merupakan suatu keberanian mengingat istilah rasional dalam konteks barat sudah mulai dicurigai karena terdapat bahaya di dalamnya sebagaimana terekspresi dalam keudayaan barat yang kini sangat materialistis.
Metode berpikir ini akan menyangkut cara kerja Epistemologi. Dua cara bepikir yang diperhadapkan Harun adalah metode berpikir rasional (fleksibel, terbuka) dan tradisional (dogmatis, tertutup). Istilah rasional dan tradisional itu sendiri merupakan wacana parential yang selalu didiskusikan para sarjana dengan berbagai penamaan. Wacana ini merupakan salah satu wacana studi islam sejak zaman klasik islam yang ketegangan antar 2 entitas ini sudah sangat akut. Tradisional dianggap ortodoks dan rasional dianggap heterodok.

2.2.2        Pandangan Harun Nasution Tentang Beberapa Persoalan Filsafat
A.    Sikap Inklusif: Menerima Kebudayaan/Ilmu Pengetahuan dari Luar
Sikap inklusif dan mau menerima serta belajar dari peradaban lain seperti dari barat merupakan kecenderungan yang muncul kembali pada era modern di dunia islam. Di awal era pembangunan orde baru sikap inklusif ini sangat diperlukan. Para pemikir muslim merasa perlu untuk mempelajari kemajuan – kemajuan yang dicapai oleh barat. Dalam konteks pemahaman keagamaan di Indonesia yang diidentifikasi Harun, berpandangan sempit melihat ajaran islam.
Ada dua argumen yang dikemukakan oleh Harun Nasution berkenaan dengan sikap inklusif, yaitu argumen historis, baik yang terjadi dalam islam maupun sejarah dunia seperti langkah – langkah Alexander yang mengintegrasikan kebudayaan persia dan yunani, dan argumen filsafat yaitu pemikiran yang direfleksikan filsafat islam yaitu adanya hubungan yang harmonis antara kebenaran akal dan kebenaran wahyu dalam rangka memberi jalan masuk bagi pengetahuan dari luar seperti yang dilakuakan al-Kindi, al-Farabi dan para filosof islam yang lain yang dengan terbuka menerima pemikiran yunani dan persia.
Hubungan barat dan islam merupakan salah satu hal yang cukup penting bagi pemikiran Harun. Hubungan baik itu telah terbina semenjak masa pemerintahan abbasiyah. Harun sendiri mencoba mengingatkan akan pentingnya hubungan intelektual itu hingga saat ini. Terutama perlunya umat islam belajar dari barat tentang kemajuan ilmu dan pengetahuan.

B.     Kebebasan dan Mentalitas Pembangunan: Kebebasan Pikiran
Konsep dasar kebebasan manusia yang ditampilakan Harun berasal dari wacana islam klasik. Harun kemudian mencoba memasarkannya dengan kebutuhan dan suasana alam pembangunan orde baru, yang pada saat itu diperluakan sikap mental untuk mendukung pembangunan. Menurut Harun sikap mental umat islam yang tradisional harus dirubah terlebih dahulu. Perubahan dimulai dari semangat – motivasi ataupun mentalitas. Berfikir filsafat adalah berfikir bebas sampai keakar – akarnya. Namun, menurut Harun Nasution, berfikir bebas dalam filsafat islam tidak lagi berfikir sebebas – bebasnya mencari dasar segala dasar, seperti yang dilakukan filosof yunani karena sudah dibatasi oleh wahyu.
Menurut HarunNasution, salah satu kelemahan umat islam adalah pada sisi pemakaian akal. Umat islam sekarang merasa cemas terhadap akal karena pemikiran akal menghasilkan pendapat – pendapat yang sepintas lalu kelihatan bertentangan dengan teks wahyu. Umat islam sekarang masih banyak terikat kepada arti harfiah teks, belum banyak mencurahkan perhatiannya untuk mengali makna metaforis wahyu. Akibatnya,pertentangan antara akal dan wahyu terus terjadi kecuali dikalangan islam tertentu.
Dalam islam akal diberi kedudukan yang tinggi, manusia bukan dipandang makhluk yang lemah, bukan anak kecil tetapi manusia dewasa yang bisa membedakan baik dan buruknya. Karena akallah manusia bertanggung jawab atas perbuatan – perbuatannya dan akal yang ada dalam diri manusia itu dipakai Tuhan sebagai pegangan dalam menentukan pemberian pahala atau hukuman kepada seseorang. Makhluk selain manusia tidak menerima hukuman atau pahala atas perbuatan – perbuatannya karena tidak mempunyai akal.
C.     Masalah Moral dan Kritik Harun Nasution terhadap Sikap Materialistik
Menurut Harun, masalah moral merupakan masalah yang penting dalam agama. Masalah ini juga berkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan pengguna produk ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri, terutama di perkotaan. Masyarakat di kota besar Indonesia telah dimasuki paham materialistik, individualisme, sekularisme, danpersoalan moral seperti kenakalan remaja. Dalam banyak kesempatan, Harun menyarankan agar umat islam belajar ilmu pengetahuan ke Barat. Dunia barat menjadi maju seperti sekarang tidak lepas dari kontribusi pemikir islam, seperti Ibn Rusyd. Namun yang dibawa ilmu pengetahuan dan teknologi modern tidak seperti zaman kemajuan islam dahulu, yang mempunyai sejarahnya sendiri.
Menurut Harun, salah satu persoalan mendasar yang menyangkut masalah ini adalah terjadinya  dualisme dalam pendidikan, yaitu pemisahan pendidikan qalbiyah dan aqliyah. Pada masa kemajuan islam, kedua ranah ini diintegrasikan dengan baik. Namun, setelah masa kemunduran islam dan selanjutnya dunia islam, mulai banyak mendapat pengaruh dari barat, sehingga terjadi pemisahan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di zaman modern mencapai kemajuan pesat dan membawa revolusi besar dalam kehidupan manusia segala bidang.

2.2.3         Teologi Rasional Mu’tazilah ala Harun Nasution
Setiap tokoh memiliki ciri khas pemikiran dan latar belakang pemikirannya masing-masing. Bila tidak berlebihan, dapat dikatakan bahwa titik tolak pemikiran Harun Nasution adalah pemikiran Mu’tazilah yang sudah diupamnya. Fauzan Saleh mengatakan bahwa pemikiran Mu’tazilah tersebut diperkenalkan oleh Harun Nasution secara lebih komprehensif. Inti pembaharuan pemikiran Harun Nasution sebenarnya tidak jauh berbeda dengan para pendahulunya yaitu menekankan tentang ijtihad. Akan tetapi Harun Nasution sudah masuk dalam tataran pembahasan yang sudah lebih mendalam tentang teologi. Masalah kalam ini jarang sekali diperbincangkan oleh para pemikir Islam sebelumnya. Seperti yang sudah dipaparkan di atas, sebagian besar pemikir Islam masa itu lebih menitikberatkan kajiannya tentang muamalah. Hal itu terjadi karena suasana zaman yang menarik para pemikir Islam tersebut untuk merespon masalah yang ada. Sedangkan Harun Nasution adalah orang yang lepas dari berbagai kemelut masalah yang ada, walaupun pada masanya bukan berarti tidak ada masalah.
Teologi adalah ilmu yang mempelajari ajaran-ajaran dasar suatu agama. Dalam Islam, teologi disebut sebagai ‘ilm al-kalam. Secara umum, pemikiran Harun tentang teologi rasional maksudnya adalah bahwa kita harus mempergunakan rasio kita dalam menyikapi masalah. Namun bukan berarti menyepelekan wahyu. Karena menurutnya, di dalam Al-Qur’an hanya memuat sebagian kecil ayat ketentuan-ketentuan tentang iman, ibadah, hidup bermasyarakat, serta hal-hal mengenai ilmu pengetahuan dan fenomena natur. Menurutnya, di dalam Al-Qur’an ada dua bentuk kandungan yaitu qath’iy al dalalah dan zhanniy al-dalalah. Qath’iy al dalalah adalah kandungan yang sudah jelas sehingga tidak lagi dibutuhkan interpretasi. Zhanniy al-dalalah adalah kandungan di dalam Al-Qur’an yang masih belum jelas sehingga menimbulkan interpretasi yang berlainan. Disinilah dibutuhkan akal yang dapat berpikir tentang semua hal tersebut. Dalam hal ini, keabsolutaan wahyu sering dipertentangkan dengan kerelatifan akal.
 Menurut Harun, teologi Mu'tazilah adalah embrio teologi rasional dan teologi liberal dalam Islam –dua aspek yang menurut pemikir terkemuka dari IAIN ini relevan untuk masyarakat modern. Pemikiran ini berbeda dengan teologi fatalistik ala Asy'ariyah, mazhab teologi varian Jabbariyah, yang selama ini membentuk masyarakat tradisional. Menurut Harun, untuk memodernisasi umat, teologi Asy'ariyah harus diganti dengan teologi Mu'tazilah. Teologi yang fatalistik adalah biang kemunduran masyarakat muslim bagi Harun.
Implikasi dari teologi rasional, seperti diperlihatkan pemikiran- pemikiran Harun, memang tampak moderat, lebih terbuka terhadap peradaban dan kebudayaan lain, dan tak terjebak pada satu mazhab (desakralisasi mazhab). Namun, bedanya dengan rasionalisme dan liberalisme, dua narasi besar yang menjadi landasan peradaban sekuler
Barat, menurut Dr. Komaruddin Hidayat dari Yayasan Paramadina, Jakarta, rasionalisme Islam tak sampai meninggalkan wahyu sebagai instrumen kebenaran.
"Seekstrem-ekstremnya pemikir Islam, wahyu tetap sebagai sumber utama. Hanya, ruang untuk akal diperluas serta penafsirannya lebih kontekstual dan liberal," kata Komaruddin. Itu juga yang terjadi pada Harun, yang mendesakralisasi mazhab-mazhab fikih tapi tak meninggalkan tasawuf. Dalam bahasa Nurcholish Madjid, seperti termuat dalam buku Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam--70 Tahun Harun Nasution, Harun adalah "pembuka" pintu dalam mendekati wahyu secara rasional. "Sebuah langkah dari ribuan langkah yang memang harus ditempuh," kata Nurcholish.

2.2.4        Karya-Karya Harun Nasution
Dalam rangka mengembangkan pemikirannya, Harun Nasution telah menulis sejumlah buku, antara lain sebagai berikut:
  1. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (1974). Buku ini terdiri dari dua jilid, diterbitkan pertama kali oleh UI-Press, yang intinya adalah memperkenalkan Islam dari berbagai aspeknya. Buku ini menolak pemahaman bahwa Islam itu hanya berkisar pada ibadat, fikih, tauhid, tafsir, hadits, dan akhlak saja. Islam menurut buku Harun ini lebih luas dari itu, termasuk di dalamnya sejarah, peradaban, filsafat, mistisisme, teologi, hukum, lembaga-­lembaga, dan politik.
  2. Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa, dan Perbandingan (1977). Buku ini terdiri dari dua bahagian. Bahagian pertama, mengandung uraian tentang aliran dan golongan-golongan teologi, bukan hanya yang masih ada tetapi juga yang pernah terdapat dalam Islam seperti Khawarij, Murji’ah, Qadariah dan Jabariah, Mu’tazilah, dan Ahli sunnah wal jama’ah. Uraian diberikan sedemikian rupa, sehingga di dalamnya tercakup sejarah perkembangan dan ajaran-ajaran terpenting dari masing-masing aliran atau golongan itu, dan mengandung analisa dan perbandingan dari aliran-aliran tersebut. Sehingga dapat diketahui aliran mana yang bersifat liberal, mana yang bersifat tradisional. Buku ini dicetak pertama kali tahun 1972 oleh UI-Press.
  3. Filsafat Agama (1978). Buku ini menjelaskan tentang epistemologi dan wahyu, ketuhanan, argumen-argumen adanya Tuhan, roh, serta kejahatan dan kemutlakan Tuhan. Buku ini semula diterbitkan Bulan Bintang.
  4. Falsafat dan Mistisisme dalam Islam (1978). Buku ini juga merupakan kumpulan ceramah Harun di IKIP Jakarta. Buku ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian falsafat Islam dan bagian mistisisme Islam (tasawuf). Bagian falsafat Islam menguraikan bagaimana kontak pertama antara Islam dan ilmu pengetahuan serta falsafat Yunani yang kemudian melahirkan filosuf muslim seperti al-Kindi, al-Razi, al-Farabi, Ibn Sina, al-Ghazali, dan ibn Rusyd. Sedangkan, bagian mistisisme Islam menguraikan bagaimana kedudukan tasawuf dalam Islam sebagai upaya mendekatkan diri pada Tuhan. Buku ini terbit perdana tahun 1973 oleh Bulan Bintang, Jakarta.
  5. Pembaharuan dalam Islam : Sejarah Pemikiran dan Gerakan (1978). Buku ini merupakan kumpulan ceramah dan kuliah Harun Nasution di berbagai tempat di Jakarta tentang Aliran-Aliran Modern dalam Islam. Membahas tentang pemikiran dan gerakan pembaruan dalam Islam, yang timbul di zaman yang lazim disebut periode modern dalam sejarah Islam. Pembahasannya mencakup atas pembaruan yang terjadi di tiga negara Islam, yaitu Mesir (topik intinya; pendudukan Napoleon dan pembaharuan di Mesir, Muhammad Ali Pasya, al-Tahtawi, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, murid dan pengikut Muhammad Abduh), Turki, (topik intinya; Sultan Mahmud II, Tanzimat, Usmani Muda, Turki Muda, tiga aliran pembaharun, Islam dan Nasionalis, dan Mustafa Kemal), dan India-Pakistan (topik intinya ; Gerakan Mujahidin, Sayyid Ahmad Khan, Gerakan Aligarh, Sayyid Amir Ali, Iqbal, Jinnah dan Pakistan, Abul Kalam Azad dan Nasionalisme India.
  6. Akal dan Wahyu dalam Islam (1980). Buku ini menjelaskan pengertian aka I dan wahyu dalam Islam, kedudukan akal dalam Al-Quran dan Hadits, perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam, dan peranan akal dalam pemikiran keagamaan Islam. Uraian tegas buku ini menyimpulkan bahwa dalam ajaran Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai, bukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, tetapi juga dalam perkembangan ajaran keagamaan sendiri. Akal tidak pernah membatalkan wahyu, akal tetap tunduk kepada teks wahyu.



BAB 111
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Filsafat berasal dari bahasa yunani yaitu philosopia, yang berarti philos adalah cinta, suka dan sophia adalah pengetahuan, hikmah. Jadi philosophia adalah cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada pengetahuan.
Filsafat adalah “ Ilmu Istimewa” yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat di jawab oleh ilmu pengetahuan biasa karena masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
     Tiga prinsip pemikiran Harun Nasution
1.      Ide Tentang Kemajuan ( idea of progres )
2.      Koeksistensi antar Wilayah Absolut-Tekstual dan Relatif Konstekstual Sebagai Fondasi”Perkembangan Ilmu Pengetahuan dalam Islam”
3.      Kategori Tradisional dan Rasional
Pandangan Harun Nasution Tentang Beberapa Persoalan Filsafat
1.      Sikap Inklusif: Menerima Kebudayaan/Ilmu Pengetahuan dari Luar
2.      Kebebasan dan Mentalitas Pembangunan: Kebebasan Pikiran
3.      Masalah Moral dan Kritik Harun Nasution terhadap Sikap Materialistik
Teologi Rasional Mu’tazilah ala Harun Nasution
Titik tolak pemikiran Harun Nasution adalah pemikiran Mu’tazilah. Menurut Harun, teologi Mu'tazilah adalah embrio teologi rasional dan teologi liberal dalam Islam –dua aspek yang menurut pemikir terkemuka dari IAIN ini relevan untuk masyarakat modern



Teologi adalah ilmu yang mempelajari ajaran-ajaran dasar suatu agama. Dalam Islam, teologi disebut sebagai ‘ilm al-kalam. Secara umum, pemikiran Harun tentang teologi rasional maksudnya adalah bahwa kita harus mempergunakan rasio kita dalam menyikapi masalah

Karya – karya Harun Nasution
Dalam rangka mengembangkan pemikirannya, Harun Nasution telah menulis sejumlah buku, antara lain sebagai berikut:
1.      Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (1974).
2.       Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa, dan Perbandingan (1977).
3.       Filsafat Agama (1978).
4.       Falsafat dan Mistisisme dalam Islam (1978).
5.       Pembaharuan dalam Islam : Sejarah Pemikiran dan Gerakan (1978).
6.       Akal dan Wahyu dalam Islam (1980).





DAFATAR PUSTAKA
ü  Nurisman. Pemikiran Filsafat Islam Harun Nasution: Pengembangan Pemikiran Islam di Indonesia. Yogyakarta: Teras 2012
ü  A.Syadali, Mudzakir, Filsafat Umum, 1997, Bandung: Pusataka Setia
ü  Cecep Sumarna, Filsafat ilmu, 2010, Bandung: Mulia Press
ü  Halim, Abdul. Teologi Islam Rasional, Apresiasi Terhadap Wacana dan Praksis Harun Nasution. (Ciputat. Jakarta. 2001).
ü  http://keyzaja.blogspot.com/2010/01/harun-nasution-dan-pemikiran.html