PEMIKIRAN FILSAFAT HARUN NASUTION
Laporan Ini
Disusun Guna Menyelesaikan Tugas Filsafat Umum
Dengan Dosen Pengampu Dra. Hj. Siti Nurlaili M, M.Hum

Disusun Oleh
Agung Setyawan 132211158
JURUSAN MANAJEMEN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puja
dan puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan
nikmat, rahmad, dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
karya tulis ini yang membahas tentang
seorang filsuf yaitu Harun Nasution dengan tepat waktu.
Karya
tulis ini kami susun sebagai tugas mata
kuliah Filsafat Umum, dengan dosen pengampu Dra. Hj. Siti
Nurlaili M, M.Hum.
Melalui karya tulis ini saya berharap bisa berguna bagi saya dan bagi semua
yang membacanya.
Kami
menyadari dengan sepenuh hati bahwa karya tulis ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, saran dan berbagai kritik yang bersifat membangun sangat kami
harapkan.
DAFTAR ISI
JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB 1
PENDAHULUAN 4
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 4
1.2 RUMUSAN MASALAH 4
1.3 TUJUAN 4
BAB 11
ISI 5
2.1 PENEGERTIAN FILSAFAT 5
2.2 FILSAFAT
HARUN NASUTION 6
2.2.1. TIGA PRINSIP PEMIKIRAN HARUN NASUTION 6
2.2.2. PANDANGAN HARUN NASUTION TENTANG
BEBERAPA PERSOALAN
FILSAFAT 9
2.2.3. TEOLOGI
RASIONAL MU’TAZILAH ALA HARUN NASUTION 11
2.2.4. KARYA –
KARYA HARUN NASUTION 13
BAB 111
PENUTUP 16
3.1. KESIMPULAN 16
DAFTAR PUSTAKA 18
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Para ilmuan-ilmuan yang terkemuka
memberikan definisi tentang ilmu Filsafat namun masing-masing definisi mereka
berbeda akan tetapi tidak bertentangan, bahkan saling mengisi dan saling
melengkapi. Dan terdapat kesamaan yang saling mempertalikan semua definisi itu.
Hal tersebut baik untuk menambah wawasan kita karena dengan mengetahui pengertian
dari para ilmuan-ilmuan sebelum kita, kita banyak belajar dari sana.
Selain pengertian Filsafat kitapun perlu
mengetahui bagaimana filsafat pandangan dari salah satu ahli filsafat hingga
saat ini karena merupakan pengetahuan yang berma’na bagi kita semua.
Untuk mengetahui dan membuka wawasan
bagi para pembacanya, kami penyusun makalah akan membahas filsafat dari salah
satu tokoh yaitu Harun Nasution.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, dapat dirumuskan
beberapa masalah, adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah:
a. Apa
Pengertian Filsafat?
b. Bagaimana
Filsafat Harun Nasution?
1.3 Tujuan
Dalam penyusunan Makalah ini, kami penyusun berusaha
menjelaskan :
a. Mengetahui
pengertian filsafat
b. Mengetahui
filsafat dari Harun Nasution
BAB
I1
ISI
2.1
Pengertian filsafat
Filsafat berasal dari bahasa yunani
yaitu philosopia, yang berarti philos adalah cinta, suka
dan sophia adalah pengetahuan, hikmah. Jadi philosophia
adalah cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada pengetahuan.
Filsafat adalah “ Ilmu Istimewa”
yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat di jawab oleh ilmu
pengetahuan biasa karena masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu
pengetahuan biasa.
Filsafat adalah hasil daya upaya
manusia dengan akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal dan
integral serta sistematis hakikat yang ada yaitu:
Ø Hakikat Tuhan
Ø Hakikat alam semesta
Ø Hakikat Manusia
Menurut Harun Nasution Filsafat itu
berasal dari dua bahasa yaitu Fil di ambil dari bahasa Inggris dan safah
di ambil dari bahasa Arab. Berfilsafat artinya berfikir menurut
tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat dengan tradisi,dogma
serta agama). Selain itu berfilsafat juga berarti berfikir sedalam-dalamnya
sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya
Kata shopia berkembang menjadi jenis pengetahuan yang lebih tinggi.
Yakni jenis pengetahuan yang dapat mengantarkan manusia untuk mengetahui
kebenaran yang murni. Shophia dalam arti ini setidaknya terlihat dari
rumusan phytagoras yang menyatakan bahwa hanya dzat yang maha tinggi (Allah)
yang mampu memberikan kebenaran murni. Menurut phitagoras manusia hanya mampu
sampai pada sifat “pecinta kebijaksaan”. Phitagoras menyatakan “cukup
seorang menjadi mulia ketika ia menginginkan hikmah dan berusaha untuk
mencapainya meski ia tidak pernah menjadi hikmah itu sendiri.
Karena luasnya lingkungsn pembahasan ilmu Filsafat, maka tidak mustahil
jika banyak di antara para ahli filsafat memberikan definisinya secara
berbeda-beda. Yang di antarannya adalah sebagai berikut:
a.
Plato mengatakan: Filsafat adalah
pengetahuan tentang segala yang ada
( Ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran
yang asli ).
b.
Aristoteles mengatakan Filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung
ilmu-ilmu metafisika, logika, rethorika, etika, ekonomi, politik dan estetika,
( Filsafat menyelidiki sifat dan asas benda).
c.
Al-Farabi, Filsuf Islam terbesar
sebelum Ibnu Siena, mengatakan: Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam
maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
2.2
Filsafat Harun Nasution
2.2.1
Tiga
PrinsipPemikiran Harun Nasution
A. Ide
Tentang Kemajuan ( idea of progres )
Idea of progres ini merupakan kebalikan
dari pandangan kejumudan/statisnya agama islam. Dinamika ilmu pengetahuan,
seperti dikatakan oleh Koento Wibisono tidak pernah kenal titik henti. Ia
selalu berkembang sesuai dengan perkembangan dan perubahan zaman. Salah satu
asumsi metafisika Harun Nasution adalah perubahan( being as process –being as progress ). Iqbal, filosof dan penyair
terkenal menyebut dengan prinsip gerak, prinsip gerak iqbal mengemukakan bahwa
Islam menolak pandangan yang statis tentang alam semesta, sebaliknya ia
mempunyai pandangan yang dinamis –kreatif yang terus menuju kesempurnaan.
Harun mengatakn dengan belajar dari
pengalaman islam di masa lampau bisa diambil pelajaran, sangat disayangkan umat
islam kurang sadar sejarah sehingga kurang mementingkan sejarah. Harun Nasution
mengatakan “kita meninjau ke masa lampau untuk belajar dari sejarah dalam
rangka menghadapi masa depan kita” Harun Nasution ingin mengajak melihat
panorama sejarah islam, ia mengatakan umat islam hidup dalam ide – ide saja
tidak membumi, padahal kenyataan menunjukkan
bahwa islam yang berlaku dari masyarakat sejak zaman sahabat adalah fakta –
fakta yang jauh dari idealisme.
Berdasarkan eksplorasi Harun terhadap
sejarah islam sekurang kurangnya ada 2
hal yang menjadi keprihatinannya, yaitu perbandingan antara islam pada masa
klasik dan islam pada masa pertengahan. Padahal ia sendiri membagi sejarah
islam kepada 3 periode,yaitu klasik, petengahan, modern. Masa klasik adalah
masa – masa penuh prestasi bagi dunia islam yang memperoleh kemajuan diberbagai
bidang terutama ilmu pengetahuan. Sementara pada masa pertengahan adalah masa kemunduran yang membuat umat islam
tertinggal.
Mekanisme metodologis Harun Nasution
adalah pada awalnya ia membagi islam pada beberapa aspek. Masing – masing aspek
ini kemudian dibuka, ditelaah, dan dibongkar dengan pendekatan sejarah. Satu aspek islam menurut Harun Nasution
adalah aspek sejarah dan kebudayaan.
Satu aspek islam menurut Harun Nasution adalah aspek sejarah dan
kebudayaan yang merupakan salah satu aspek yang dipaparkan dalam buku Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya.
B. Koeksistensi
antar Wilayah Absolut-Tekstual dan Relatif Konstekstual Sebagai
Fondasi”Perkembangan Ilmu Pengetahuan dalam Islam”
Menurut Jalaludin Rahmat, Harun Nasution
adalah tipologi intelektual pemikir bukan intelektual aktivis. Menurut Aswab
Mahasin, seperti dikutip oleh Muhammad Rusli Malik, Harun Nasution adalah
tipologi pemikir sistem atau logika besar. Diantara manfaat logika besar adalah
untuk “mengurai” ataupun untuk pencerahan. Logika besar yang ingin
diperhadapkannya adalah islam dan ilmu pengetahuan. Dari logika besar ini
diturunkan argumen – argumen lain. Ketika berbicara tentang islam, Harun
mencoba mendiskusikan islam secara tekstual dan apa yang terjadi secara
historis. Ketika berbicara tentang ilmu pengetahuan, Harun berbicara tentang
ilmu pengetahuan sebelum islam(ilmu pengetahuan yunani) dan sesudah masa
kemunduran islam(masa munculnya peradaban barat modern).
Harun dalam sebuah metafornya mengatakan
“..kalau ilmu pengetahuan berjalan secepat pesawat bermesin, maka agama
berjalan secepat kura - kura”. Metamor yang dibuat Harun ini merupakan ungkapan
yang disampaikannya betapa penafsiran agama terlalu lambat kalau tidak menyebut
stagnan sama sekali dalam merespon perkembangan kebudayaan manusia.
Hal yang dijadikan contoh Harun sangat
bertolak belakang, kura – kura sebagai hewan yang sangat lambat yang banyak
ditemukan dalam buku – buku karya sastra dan pesawat terbang modern yang sangat
cepat, sebagai bentuk penemuan sarana transformasi yang cepat. Tentu saja
pemilihan contoh – contoh ini menyiratkan kegelisahan intelektual Harun dalam
memotret gerak maju perkembangan penafsiran agama islam.
C. Kategori
Tradisional dan Rasional
Persoalan penting yang menjadi
kegelisahan Harun adalah tentang metode befikir. Metode berfikir akan
berpengaruh pada cara mengetahui metode berfikir, dan ini juga berpengaruh pada
pembentukan pandangan dunia. Pandangan dunia akan mempengaruhi manusia dalam
menformat masa depan dan tindakan kongkret partikularnya. Menurut Harun kalau
ingin merubah masa depan maka yang diformat ulang adalah cara berfikirnya.
Secara filosofi rasional (al - aql) bagi
Harun menurut hemat punulis, merupakan diturunkan dari konsep emanasi. Konsep
ini bisa dilacak dari teori emansai al –Farabi ataupun Ibn Sina. Klaim bahwa
dunia adalah rasional dihubungkan dengan fakta bahwa ia teratur. Walaupun
begitu, penggunaan istilah rasional merupakan suatu keberanian mengingat
istilah rasional dalam konteks barat sudah mulai dicurigai karena terdapat
bahaya di dalamnya sebagaimana terekspresi dalam keudayaan barat yang kini
sangat materialistis.
Metode berpikir ini akan menyangkut cara
kerja Epistemologi. Dua cara bepikir yang diperhadapkan Harun adalah metode
berpikir rasional (fleksibel, terbuka) dan tradisional (dogmatis, tertutup).
Istilah rasional dan tradisional itu sendiri merupakan wacana parential yang
selalu didiskusikan para sarjana dengan berbagai penamaan. Wacana ini merupakan
salah satu wacana studi islam sejak zaman klasik islam yang ketegangan antar 2
entitas ini sudah sangat akut. Tradisional dianggap ortodoks dan rasional
dianggap heterodok.
2.2.2
Pandangan
Harun Nasution Tentang Beberapa Persoalan Filsafat
A. Sikap
Inklusif: Menerima Kebudayaan/Ilmu Pengetahuan dari Luar
Sikap inklusif dan mau menerima serta belajar dari
peradaban lain seperti dari barat merupakan kecenderungan yang muncul kembali
pada era modern di dunia islam. Di awal era pembangunan orde baru sikap
inklusif ini sangat diperlukan. Para pemikir muslim merasa perlu untuk
mempelajari kemajuan – kemajuan yang dicapai oleh barat. Dalam konteks
pemahaman keagamaan di Indonesia yang diidentifikasi Harun, berpandangan sempit
melihat ajaran islam.
Ada dua argumen yang dikemukakan oleh Harun Nasution
berkenaan dengan sikap inklusif, yaitu argumen historis, baik yang terjadi
dalam islam maupun sejarah dunia seperti langkah – langkah Alexander yang
mengintegrasikan kebudayaan persia dan yunani, dan argumen filsafat yaitu
pemikiran yang direfleksikan filsafat islam yaitu adanya hubungan yang harmonis
antara kebenaran akal dan kebenaran wahyu dalam rangka memberi jalan masuk bagi
pengetahuan dari luar seperti yang dilakuakan al-Kindi, al-Farabi dan para
filosof islam yang lain yang dengan terbuka menerima pemikiran yunani dan
persia.
Hubungan barat dan islam merupakan salah satu hal
yang cukup penting bagi pemikiran Harun. Hubungan baik itu telah terbina
semenjak masa pemerintahan abbasiyah. Harun sendiri mencoba mengingatkan akan
pentingnya hubungan intelektual itu hingga saat ini. Terutama perlunya umat
islam belajar dari barat tentang kemajuan ilmu dan pengetahuan.
B. Kebebasan
dan Mentalitas Pembangunan: Kebebasan Pikiran
Konsep dasar kebebasan manusia yang ditampilakan
Harun berasal dari wacana islam klasik. Harun kemudian mencoba memasarkannya
dengan kebutuhan dan suasana alam pembangunan orde baru, yang pada saat itu
diperluakan sikap mental untuk mendukung pembangunan. Menurut Harun sikap
mental umat islam yang tradisional harus dirubah terlebih dahulu. Perubahan
dimulai dari semangat – motivasi ataupun mentalitas. Berfikir filsafat adalah
berfikir bebas sampai keakar – akarnya. Namun, menurut Harun Nasution, berfikir
bebas dalam filsafat islam tidak lagi berfikir sebebas – bebasnya mencari dasar
segala dasar, seperti yang dilakukan filosof yunani karena sudah dibatasi oleh
wahyu.
Menurut HarunNasution, salah satu kelemahan umat
islam adalah pada sisi pemakaian akal. Umat islam sekarang merasa cemas
terhadap akal karena pemikiran akal menghasilkan pendapat – pendapat yang
sepintas lalu kelihatan bertentangan dengan teks wahyu. Umat islam sekarang
masih banyak terikat kepada arti harfiah teks, belum banyak mencurahkan
perhatiannya untuk mengali makna metaforis wahyu. Akibatnya,pertentangan antara
akal dan wahyu terus terjadi kecuali dikalangan islam tertentu.
Dalam islam akal diberi kedudukan yang tinggi,
manusia bukan dipandang makhluk yang lemah, bukan anak kecil tetapi manusia
dewasa yang bisa membedakan baik dan buruknya. Karena akallah manusia
bertanggung jawab atas perbuatan – perbuatannya dan akal yang ada dalam diri
manusia itu dipakai Tuhan sebagai pegangan dalam menentukan pemberian pahala
atau hukuman kepada seseorang. Makhluk selain manusia tidak menerima hukuman
atau pahala atas perbuatan – perbuatannya karena tidak mempunyai akal.
C. Masalah
Moral dan Kritik Harun Nasution terhadap Sikap Materialistik
Menurut Harun, masalah moral merupakan masalah yang
penting dalam agama. Masalah ini juga berkait dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan pengguna produk ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri,
terutama di perkotaan. Masyarakat di kota besar Indonesia telah dimasuki paham
materialistik, individualisme, sekularisme, danpersoalan moral seperti
kenakalan remaja. Dalam banyak kesempatan, Harun menyarankan agar umat islam
belajar ilmu pengetahuan ke Barat. Dunia barat menjadi maju seperti sekarang
tidak lepas dari kontribusi pemikir islam, seperti Ibn Rusyd. Namun yang dibawa
ilmu pengetahuan dan teknologi modern tidak seperti zaman kemajuan islam
dahulu, yang mempunyai sejarahnya sendiri.
Menurut Harun, salah satu persoalan mendasar yang
menyangkut masalah ini adalah terjadinya
dualisme dalam pendidikan, yaitu pemisahan pendidikan qalbiyah dan
aqliyah. Pada masa kemajuan islam, kedua ranah ini diintegrasikan dengan baik.
Namun, setelah masa kemunduran islam dan selanjutnya dunia islam, mulai banyak
mendapat pengaruh dari barat, sehingga terjadi pemisahan. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di zaman modern mencapai kemajuan pesat dan membawa
revolusi besar dalam kehidupan manusia segala bidang.
2.2.3
Teologi
Rasional Mu’tazilah ala Harun Nasution
Setiap tokoh memiliki ciri khas pemikiran dan latar
belakang pemikirannya masing-masing. Bila tidak berlebihan, dapat dikatakan
bahwa titik tolak pemikiran Harun Nasution adalah pemikiran Mu’tazilah yang
sudah diupamnya. Fauzan Saleh mengatakan bahwa pemikiran Mu’tazilah tersebut
diperkenalkan oleh Harun Nasution secara lebih komprehensif. Inti pembaharuan
pemikiran Harun Nasution sebenarnya tidak jauh berbeda dengan para pendahulunya
yaitu menekankan tentang ijtihad. Akan tetapi Harun Nasution sudah masuk dalam
tataran pembahasan yang sudah lebih mendalam tentang teologi. Masalah kalam ini
jarang sekali diperbincangkan oleh para pemikir Islam sebelumnya. Seperti yang
sudah dipaparkan di atas, sebagian besar pemikir Islam masa itu lebih
menitikberatkan kajiannya tentang muamalah. Hal itu terjadi karena suasana
zaman yang menarik para pemikir Islam tersebut untuk merespon masalah yang ada.
Sedangkan Harun Nasution adalah orang yang lepas dari berbagai kemelut masalah
yang ada, walaupun pada masanya bukan berarti tidak ada masalah.
Teologi adalah ilmu yang mempelajari ajaran-ajaran
dasar suatu agama. Dalam Islam, teologi disebut sebagai ‘ilm al-kalam. Secara
umum, pemikiran Harun tentang teologi rasional maksudnya adalah bahwa kita
harus mempergunakan rasio kita dalam menyikapi masalah. Namun bukan berarti
menyepelekan wahyu. Karena menurutnya, di dalam Al-Qur’an hanya memuat sebagian
kecil ayat ketentuan-ketentuan tentang iman, ibadah, hidup bermasyarakat, serta
hal-hal mengenai ilmu pengetahuan dan fenomena natur. Menurutnya, di dalam
Al-Qur’an ada dua bentuk kandungan yaitu qath’iy al dalalah dan zhanniy
al-dalalah. Qath’iy al dalalah adalah kandungan yang sudah jelas sehingga tidak
lagi dibutuhkan interpretasi. Zhanniy al-dalalah adalah kandungan di dalam
Al-Qur’an yang masih belum jelas sehingga menimbulkan interpretasi yang
berlainan. Disinilah dibutuhkan akal yang dapat berpikir tentang semua hal
tersebut. Dalam hal ini, keabsolutaan wahyu sering dipertentangkan dengan
kerelatifan akal.
Menurut
Harun, teologi Mu'tazilah adalah embrio teologi rasional dan teologi liberal
dalam Islam –dua aspek yang menurut pemikir terkemuka dari IAIN ini relevan
untuk masyarakat modern. Pemikiran ini berbeda dengan teologi fatalistik ala
Asy'ariyah, mazhab teologi varian Jabbariyah, yang selama ini membentuk
masyarakat tradisional. Menurut Harun, untuk memodernisasi umat, teologi
Asy'ariyah harus diganti dengan teologi Mu'tazilah. Teologi yang fatalistik
adalah biang kemunduran masyarakat muslim bagi Harun.
Implikasi dari teologi rasional, seperti
diperlihatkan pemikiran- pemikiran Harun, memang tampak moderat, lebih terbuka
terhadap peradaban dan kebudayaan lain, dan tak terjebak pada satu mazhab
(desakralisasi mazhab). Namun, bedanya dengan rasionalisme dan liberalisme, dua
narasi besar yang menjadi landasan peradaban sekuler
Barat, menurut Dr. Komaruddin Hidayat dari Yayasan Paramadina, Jakarta, rasionalisme Islam tak sampai meninggalkan wahyu sebagai instrumen kebenaran.
Barat, menurut Dr. Komaruddin Hidayat dari Yayasan Paramadina, Jakarta, rasionalisme Islam tak sampai meninggalkan wahyu sebagai instrumen kebenaran.
"Seekstrem-ekstremnya pemikir Islam, wahyu
tetap sebagai sumber utama. Hanya, ruang untuk akal diperluas serta
penafsirannya lebih kontekstual dan liberal," kata Komaruddin. Itu juga
yang terjadi pada Harun, yang mendesakralisasi mazhab-mazhab fikih tapi tak
meninggalkan tasawuf. Dalam bahasa Nurcholish Madjid, seperti termuat dalam
buku Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam--70 Tahun Harun Nasution, Harun
adalah "pembuka" pintu dalam mendekati wahyu secara rasional.
"Sebuah langkah dari ribuan langkah yang memang harus ditempuh," kata
Nurcholish.
2.2.4
Karya-Karya
Harun Nasution
Dalam rangka mengembangkan pemikirannya, Harun
Nasution telah menulis sejumlah buku, antara lain sebagai berikut:
- Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (1974).
Buku ini terdiri dari dua jilid, diterbitkan pertama kali oleh UI-Press,
yang intinya adalah memperkenalkan Islam dari berbagai aspeknya. Buku ini
menolak pemahaman bahwa Islam itu hanya berkisar pada ibadat, fikih,
tauhid, tafsir, hadits, dan akhlak saja. Islam menurut buku Harun ini
lebih luas dari itu, termasuk di dalamnya sejarah, peradaban, filsafat,
mistisisme, teologi, hukum, lembaga-lembaga, dan politik.
- Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa,
dan Perbandingan (1977). Buku ini terdiri dari dua bahagian.
Bahagian pertama, mengandung uraian tentang aliran dan golongan-golongan
teologi, bukan hanya yang masih ada tetapi juga yang pernah terdapat dalam
Islam seperti Khawarij, Murji’ah, Qadariah dan Jabariah, Mu’tazilah, dan
Ahli sunnah wal jama’ah. Uraian diberikan sedemikian rupa, sehingga di
dalamnya tercakup sejarah perkembangan dan ajaran-ajaran terpenting dari
masing-masing aliran atau golongan itu, dan mengandung analisa dan
perbandingan dari aliran-aliran tersebut. Sehingga dapat diketahui aliran
mana yang bersifat liberal, mana yang bersifat tradisional. Buku ini
dicetak pertama kali tahun 1972 oleh UI-Press.
- Filsafat Agama (1978). Buku ini menjelaskan
tentang epistemologi dan wahyu, ketuhanan, argumen-argumen adanya Tuhan,
roh, serta kejahatan dan kemutlakan Tuhan. Buku ini semula diterbitkan
Bulan Bintang.
- Falsafat dan Mistisisme dalam Islam
(1978). Buku ini juga merupakan kumpulan ceramah Harun di IKIP Jakarta.
Buku ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian falsafat Islam dan bagian
mistisisme Islam (tasawuf). Bagian falsafat Islam menguraikan bagaimana
kontak pertama antara Islam dan ilmu pengetahuan serta falsafat Yunani
yang kemudian melahirkan filosuf muslim seperti al-Kindi, al-Razi,
al-Farabi, Ibn Sina, al-Ghazali, dan ibn Rusyd. Sedangkan, bagian
mistisisme Islam menguraikan bagaimana kedudukan tasawuf dalam Islam
sebagai upaya mendekatkan diri pada Tuhan. Buku ini terbit perdana tahun
1973 oleh Bulan Bintang, Jakarta.
- Pembaharuan dalam Islam : Sejarah Pemikiran dan
Gerakan (1978). Buku ini merupakan kumpulan ceramah dan
kuliah Harun Nasution di berbagai tempat di Jakarta tentang Aliran-Aliran
Modern dalam Islam. Membahas tentang pemikiran dan gerakan pembaruan dalam
Islam, yang timbul di zaman yang lazim disebut periode modern dalam
sejarah Islam. Pembahasannya mencakup atas pembaruan yang terjadi di tiga
negara Islam, yaitu Mesir (topik intinya; pendudukan Napoleon dan
pembaharuan di Mesir, Muhammad Ali Pasya, al-Tahtawi, Jamaluddin
al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, murid dan pengikut Muhammad
Abduh), Turki, (topik intinya; Sultan Mahmud II, Tanzimat, Usmani Muda,
Turki Muda, tiga aliran pembaharun, Islam dan Nasionalis, dan Mustafa
Kemal), dan India-Pakistan (topik intinya ; Gerakan Mujahidin, Sayyid
Ahmad Khan, Gerakan Aligarh, Sayyid Amir Ali, Iqbal, Jinnah dan Pakistan,
Abul Kalam Azad dan Nasionalisme India.
- Akal dan Wahyu dalam Islam
(1980). Buku ini menjelaskan pengertian aka I dan wahyu dalam Islam,
kedudukan akal dalam Al-Quran dan Hadits, perkembangan ilmu pengetahuan
dalam Islam, dan peranan akal dalam pemikiran keagamaan Islam. Uraian
tegas buku ini menyimpulkan bahwa dalam ajaran Islam, akal mempunyai
kedudukan tinggi dan banyak dipakai, bukan dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan saja, tetapi juga dalam perkembangan ajaran
keagamaan sendiri. Akal tidak pernah membatalkan wahyu, akal tetap tunduk
kepada teks wahyu.
BAB 111
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Filsafat berasal dari bahasa yunani
yaitu philosopia, yang berarti philos adalah cinta, suka
dan sophia adalah pengetahuan, hikmah. Jadi philosophia
adalah cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada pengetahuan.
Filsafat adalah “ Ilmu Istimewa”
yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat di jawab oleh ilmu
pengetahuan biasa karena masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu
pengetahuan biasa.
Tiga prinsip pemikiran
Harun Nasution
1. Ide
Tentang Kemajuan ( idea of progres )
2. Koeksistensi
antar Wilayah Absolut-Tekstual dan Relatif Konstekstual Sebagai
Fondasi”Perkembangan Ilmu Pengetahuan dalam Islam”
3. Kategori
Tradisional dan Rasional
Pandangan
Harun Nasution Tentang Beberapa Persoalan Filsafat
1. Sikap
Inklusif: Menerima Kebudayaan/Ilmu Pengetahuan dari Luar
2. Kebebasan
dan Mentalitas Pembangunan: Kebebasan Pikiran
3. Masalah
Moral dan Kritik Harun Nasution terhadap Sikap Materialistik
Teologi
Rasional Mu’tazilah ala Harun Nasution
Titik
tolak pemikiran Harun Nasution adalah pemikiran Mu’tazilah. Menurut Harun,
teologi Mu'tazilah adalah embrio teologi rasional dan teologi liberal dalam
Islam –dua aspek yang menurut pemikir terkemuka dari IAIN ini relevan untuk
masyarakat modern
Teologi
adalah ilmu yang mempelajari ajaran-ajaran dasar suatu agama. Dalam Islam,
teologi disebut sebagai ‘ilm al-kalam. Secara umum, pemikiran Harun tentang
teologi rasional maksudnya adalah bahwa kita harus mempergunakan rasio kita
dalam menyikapi masalah
Karya
– karya Harun Nasution
Dalam rangka mengembangkan pemikirannya, Harun
Nasution telah menulis sejumlah buku, antara lain sebagai berikut:
1.
Islam Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya (1974).
2.
Teologi Islam: Aliran-Aliran,
Sejarah, Analisa, dan Perbandingan (1977).
3.
Filsafat Agama (1978).
4.
Falsafat dan Mistisisme dalam Islam (1978).
5.
Pembaharuan dalam Islam : Sejarah
Pemikiran dan Gerakan (1978).
6.
Akal dan Wahyu dalam Islam (1980).
DAFATAR PUSTAKA
ü Nurisman.
Pemikiran Filsafat Islam Harun Nasution:
Pengembangan Pemikiran Islam di Indonesia. Yogyakarta: Teras 2012
ü A.Syadali,
Mudzakir, Filsafat Umum, 1997, Bandung: Pusataka Setia
ü Cecep
Sumarna, Filsafat ilmu, 2010, Bandung: Mulia Press
ü Halim,
Abdul. Teologi Islam Rasional, Apresiasi Terhadap Wacana dan Praksis Harun
Nasution. (Ciputat. Jakarta. 2001).
ü http://keyzaja.blogspot.com/2010/01/harun-nasution-dan-pemikiran.html