Kamis, 18 Desember 2014

Tafsir al-fatihah

PENDAHULUAN

Dalam Al-Qur’an, surat Al-Fâtihah tercatat sebagai surat yang pertama yang terdiri dari tujuh ayat. Secara umum, ayat demi ayat serta surat demi surat yang ada dalam al-Qur’an memanglah penting. Keseluruhan huruf demi huruf yang ada dalam al-Qur’an menjadi pegangan teologis kaum muslim yang tidak bisa ditawar lagi. Namun secara spesifik, surat al-Fâtihah memiliki banyak kelebihan dibanding dengan surat-surat lain. Salah satu keistimewaan surat al-Fâtihah adalah bahwa ia merupakan satu-satunya surat yang wajib dibaca saat seorang muslim melakukan shalat. Dan shalat sendiri merupakan satu-satunya ibadah vertikal yang tidak bisa digantikan dengan apapun. Nabi Muhammad Saw bahkan bersabda bahwa shalat seorang muslim tidak sah jika tidak membaca surat al-Fâtihah.


PEMBAHASAN

A.    Teks Surat Al-Fâtihah dan Terjemahannya

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang"

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

"Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam"

الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

"Maha Pemurah lagi Maha Penyayang"

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

"Yang menguasai di Hari Pembalasan".

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

"Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan".

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

"Tunjukilah kami jalan yang lurus"

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

"(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat".

B.     Nuzulul Surat Al-Fâtihah
Al-Qur’an diwahyukan kepada Nabi Muhammad bagian demi bagian sebagai respon atas situasi aktual yang ada pada saat periode pewahyuan dan tidak secara berurutan dari surat pertama hingga yang terakhir. Fakta ini mengukuhkan pandangan bahwa pemahaman terhadap pesan-pesan al-Qur’an yang benar-benar memadai tidak akan diperoleh jika hanya memperhatikan makna literalnya tanpa memperhatikan dimensi historis dari masa pewahyuannya.[1]
Surat al-Fâtihah memproyeksikan seluruh kandungan al-Qur’an dan merupakan induk dari semua pembahasan tentang pengurusan alam.[2]Al-Fâtihah artinya ialah pembukaan. Surat inipun dinamai fâtihatul-kitab, yang berarti pembukaan kitab, karena kitab al-Qur'an dimulai atau dibuka dengan surat ini. Meskipun surat al-Fâtihah bukanlah surat yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, namun Dia yang mulai ditulis di dalam Mushhafdan yang mulai dibaca ketika tilawatil Qur'an.
Nama Surat al- Fâtihah ini memang telah mashur sejak permulaan nubuwwat.Adapun tempat diturunkannya surat al-Fâtihah ialah di Mekkah. Pendapat ini diperkuat oleh Al-Wahidi dalam kitabnya yang berjudul Azbabun Nuzul dan As Tsalabi dalam tafsirnya riwayat dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata bahwa kitab ini diturunkan di Mekkah.[3]

C.     Nama lain dari Surat Al-Fâtihah
1.      Ummul Kitâb
Penamaan ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan at-Tirmidzi, dan ia menshahihkannya. Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Alhamdulillah adalah Ummul Qur’an, Ummul Kitâb, dan as-Sabi’ul Matsâni[4]
2.      Ash-Shalat
Penamaan ini berdasarkan firman Allah dalam hadist Qudsi yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, at- Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw yang diantara isinya adalah “ Allah Ta’ala berfirman, ‘aku membagi shalat menjadi dua, untuk-Ku dan untuk hamba-Ku dan Aku berikan untuk hamba-Ku apa yang dia minta”
Para ulama berpendapat bahwa yang dimaksud shalat adalah surat al-Fâtihah, karena shalat tidak sempurna tanpa membaca surat al-Fâtihah.[5]
3.      Asy-Syifa
Penamaan ini berdasar hadist yang diriwayatkan ad-Darimi dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Nabi Saw bersabda, “Pembuka (Fâtihah) Al-Kitâb adalah obat bagi semua penyakit”[6]
4.      Ar-Ruqyah
Penamaan ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’ad al-Khudri bahwa Rasulullah bersabda kepada seorang sahabat yang mengobati seseorang yang disengat binatang berbisa dengan membacakan surat Al-Fâtihah terhadapnya, “Bagaimana engkau tahu bahwa surat Al-Fâtihah adalah Ruqyah atau obat?”[7]

D.    Penjelasan dan Pokok Kandungan Surat Al-Fâtihah
1.      Tentang ayat Bismillâhirrahmânirrohîm
Di dalam menafsirkan Bismillâhirrahmânirrohîm, para ulama menjadikannya ayat yang pertama. Menurut hadist Abu Hurairah yang  di rawikan oleh Addaru Khudni tidak mungkin Bismillâhirrahmânirrohîmdimuka al-Fâtihah itu disebut sebagai satu ayat pembatas dengan surat yang lain, karena tidak ada surat lain yang terlebih dahulu dari surat al-Fâtihah. Karena itu maka Bismillâhirrahmânirrohîmyang pada al-Fâtihah inilah yang kita tafsirkan lebih luas, sedang bismillah yang 112 surat lagi hanya akan kita tuliskan terjemahannya saja.
“Dengan nama Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang”artinya : aku mulailah pekerjaanku ini menyiarkan wahyu ilahi kepada insan, diatas nama Allah yang telah memerintahkanku menyampaikannya. Inilah contoh teladan yang diberikan kepada kita, supaya memulai suatu pekerjaan penting dengan menyebut nama Allah. Nabi Muhammad disuruh menyampaikan wahyu atas nama Allah. Dia tidaklah lebih dari manusia biasa, tetapi ucapan yang keluar dari mulutnya bukanlah semena-mena atas kehendaknya sendiri, tetapi Allah-lah yang memerintahkan.[8]
2.      Tentang ayat Alhamdulillâhirabbil’âlamîn
Artinya adalah “segala puji-pujian hanyalah untuk Allah, pemelihara dari sekalian alam”.Tidak ada yang lain yang berhak mendapat pujian itu. Misalnya ada seseorang berjasa baik kepada kita, meskipun kita memujinya namun hakikat puji hanya kepada Allah. Sebab orang itu tidak akan dapat berbuat apa-apa kalau tidak karena Tuhan yang maha pemurah dan penyayang. Di dalam ayat ini juga mengandung dasar tauhid bahwa tidaklah ada yang patut di puji melainkan Dia.[9]
Ayat Alhamdulillâhirabbil’âlamîn menetapkan bahwa hanya Allah-lah semesta yang memperoleh pujian. Siapa saja selain Allah tidaklah patut menyaingi-Nya  dalam pujian itu. Tidaklah seorang pun berhak memperoleh pujian,  melainkan Allah-lah pangkal sumbernya dan dari  pada-Nya juga asal datangnya.Selanjutnya ayat al-Hamdu menetapkan bawasannya Allah berhak menyuruh secara mutlak untukmemuji karena dialah semata-mata Rabbul ‘Âlamin pengayom pemilik semesta alam. Tiada Sesuatu dari alam wujud, baik alam langit maupun bumi, baik rohani maupun jasmani, yang tidak diliputi  oleh Tarbiyah (pemelihara dan asuhan) Ilahi.[10]


3.      Tentang ayat Ar-Rahmânirrohîm
Artinya ialah “yang pengasih lagi maha penyayang”. Ayat ini menyempurnakan maksud dari ayat yang sebelumnya. jika Allah sebagai Rabb, pemelihara, dan pendidik bagi seluruh alam tidak lain maksud dan isi pendidikan itu, melainkan karena kasih sayang-Nya semata, tidaklah dalam memberikan pemeliharaan dan pendidikan itu menuntut keuntungan bagi diri-Nya sendiri.[11]
Arti Rahmân ialah bawasanya Allah tidak pandang bulu memberikan nikmat kepada umatnya. Baik itu orang iman maupun orang kafir. Sebagai contohnya, Allah memberikan nikmat harta. Banyak diantara orang kafir mendapat harta berlimpah karena bagi Allah harta bukanlah segalanya. Sedangkan arti Rahîm ialah bawasanya nikmat Allah itu hanya diberikan kepada umat yang dikasihi-Nya. Contohnya adalah, orang iman diberikan hidayah.
Allah yang bersifat Rahmân dan Rahîm tak pernah pilih kasih kepada setiap uamatnya. Semua manusia di bumi ini selalu mendapat karunia dan nikmat-Nya

4.      Tentang ayatMâlikiyaumiddîn
Artinya ialah “Yang menguasai hari pembalasan”. Di dunia ini yang ada hanyalah penilaian, tetapi tidak ada pembalasan manusia. Banyak manusiatercengang melihat orang yang zalim dan curang, tetapi karena kepandaiannya, ia tidak berkesan meskipun orang lain tahu juga. Dan banyak pula orang yang jujur, namun penghargaan tidak ada. Maka bila Ar-Rahmân dan Ar-Rohîm telah disambungkan dengan Mâlikiyaumiddî,  barulah seimbang pengabdian dan pemujaan manusia kepada Allah. Hidup tidak berhenti disini saja, tetapi ada sambungannya lagi, yaitu hari pembalasan. Manusia memuji Allah pemelihara seluruh alam serta berbuat buruk dan baik ketika di dunia semua akan diperhitungkan dan dibalas oleh Allah seadil-adilnya di akhirat.[12]

5.      Tentang ayat Iyyâkana’budu wa iyyâkanashta’în
Artinya ialah “Engkaulah yang kami sembah dan Engkaulah tempat kami meminta pertolongan. Oleh sebab itu, maka ayat lima ini memperkuat lagi ayat yang kedua “segala puji hanya milik Allah, pemelihara dari sekian alam”. Hanya Dia yang patut dipuji, karena hanya Dia sendiri yang menjadikan dan memelihara alam, tidak bersekutu dengan yang lain.  Sedangkan pada ayat “iyyâkana’budu” ini lebih jelas lagi, hanya kepada-Nya dihadapkan sekalian persembahan dan ibadah. Sebab hanya Allah sendiri saja yang memelihara alam ini. Maka mengakui yang patut disembah sebagai Ilah nya hanya Allah dan mengakui yang patut untuk dimintai pertolongan sebagai Rabbun hanya Allah.[13]

6.      Tentang ayat ihdzinashsyirâthalmustaqîm
Artinya ialah “meminta ditunjukkan dan dipimpin menuju jalan yang lurus”. Menurut ahli tafsir, perlengkapan menuju jalan yang lurus ialah:[14]
a.       Al-Irsyad, artinya agar dianugerahkan kecerdikan dan kecerdasan, sehingga dapat membedakan mana yang salah dan mana yang benar.
b.      At-Taufik, yaitu bersesuaian hendaknya apa yang direncanakan Tuhan.
c.       Al-Ilham, artinya ialah supaya diberi petunjuk dapat mengatasi sesuatu yang sulit.
d.      Ad-Dilalah, artinya ialah supaya ditunjukkan tanda-tanda dimana tempat berbahaya yang tidak boleh dilalui.
Maka didalam menafsirkan ayat ini dapat diambil faedahnya bahwa islam adalah agama yang benar dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk.

7.      Tentang ayat Shirâthalladzî na’an amta’alaihim ghairil maghdzû bi’alaihim waladhôllîn
Permohonan jalan yang lurus itu dijelaskan lagi dalam pangkal ayat 7 yang artinya “jalan orang-orang yang Engkau karuniai nikmat atas mereka”. Allah telah mengaruniakan nikmat-Nya kepada orang-orang yang telah menempuh jalan yang lurus. Apabila Allah telah menganugerahkan nikmat ridha-Nya kepada hamba, maka tercapailah kebahagian jiwa. Permulaan dari ridha Allah itu ialah bilamana telah tumbuh dalam jiwa keinsyafan beragama, menjadi islam yang berarti kepercayaan penuh kepada Allah. [15]

E.     Analisa Surat Al-Fâtihah
Ayat pertama dari surat Al-Fâtihahmenegaskan pentingnya penyebutan atau tepatnya pengakuan manusia atas kuasa Allah, atas keesaanNya dan atas segala kebesarann-Nya. Manusia diajarkan dan diharuskan mengakui sifat Maha Pemurah dan Maha Penyayang-Nya. Pengakuan-pengakuan tersebut merupakan harga mati atas setiap manusia.
Setelah manusia mengakui segala kebesaran Allah, maka pada ayat kedua ini melalui surat Al-FâtihahAllah menasehatkan manusia supaya melakukan pendekatan pribadi kepada-Nya, yaitu dengan cara memuji-Nya. Ini adalah langkah pertama yang harus dilakukan manusia setelah ia menegaskan pengakuan tadi. Sebenarnya, kebesaran Allah tidaklah berkurang tanpa pujian manusia dan segenap makhluk, dan kebesaran-Nya pun tidak pula bertambah dengan adanya pujian-pujian itu. Dengan demikian, ayat ini sebenarnya lebih menekankan kepada manusia bagaimana dia berkomunikasi dengan Tuhan yang telah dikenalnya.
Pada ayat ketiga dijelaskan, pengulangan pujian ini untuk sebuah penegasan Ar-Rahmân bermakna Allah yang Maha Pemurah, atau Pengasih. Dia mengasihi seluruh makhluk yang ada di dunia, baik yang beriman atau yang bukan. Sedangkan Ar-Rahîm bermakna mengasihi seluruh orang-orang yang beriman di akhiratkelak.
Lalu pada ayat ke-empat, kembali dijelaskan pengakuan sekaligus juga pujian, bahwa hanya Allah-lah yang berkuasa pada hari kiamat. Ini merupakan pujian ketiga berturut-turut, dan begitulah pendidikan dari Allah kepada manusia.
Setelah Allah mengajarkan manusia untuk melakukan pendekatan dengan memuji, maka pada ayat kelima ini Allah memberikan pendidikan baru, yaitu manusia harus meneguhkan diri dengan melakukan deklarasi untuk secara konsisten menyembah kepada Allah.  Setelah mengajari manusia tentang metode pendekatan kepadaAllah, beberapa pujian serta penegasan tentang sesembahan, maka barulah Allah mengajarkan bahwa manusia diberi kesempatan  untuk meminta pertolongan dan perlindungan. Dan pertolongan serta permintaan itu dilakukan manusia hanya ditujukan kepada Allah, bukan yang lain.
Pengajaran Allah selanjutnya pada ayat enam bahwa  manusia tidak bisa berbuat sombong, oleh karenanya ia diajarkan untuk selalu memohon dan meminta, yang dalam hal ini adalah permintaan untuk sebuah kebenaran. Dan hanya kepada Allah saja manusia itu memohon kebenaran tersebut.
Adapun orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah dijelaskan pada ayat yang terakhir. Yaitu, kenikmatan Allah hanyalah diberikan kepada orang-orang yang Dia kehendaki, dan itu bukanlah kepada orang-orang yang dimurkai dan yang memilih jalan sendiri. Abdullah ibn Abbas menyebutkan bahwa orang-orang yang telah dianugerahi kenikmatan oleh Allah, di antaranya adalah para nabi dan orang-orang yang saleh serta orang yang bersih jiwanya.

F.      Keutamaan Surat Al-Fâtihah
1.      Surat yang paling agung di dalam Al-Qur’an
Al- Bukhori, Abu Dawud, dan An-Nasa’i meriwayatkan dari Abu Sa’id Ibnul Mualla, dia berkata ”Pada suatu hari saya sedang sholat di maksjid, lalu Rasulullah memanggil saya dan saya tidak menjawab panggilan beliau. Setelah selesai sholat, saya berkata kepada beliau, wahai Rasulullah tadi saya sholat.” Rasulullah bersabda “bukankan Allah berfirman penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang menberi kehidupan kepadama,...” (QS. Al-Anfal : 24)
Dan surat yang teragung di dalam Al-Qur’an seperti sabda Rasulullah “Surat yang teragung ialah, segala puji bagi Allah tuhan seluruh alam. Ia adalah tujuh ayat yang diulang-ulang (dalam setiap rekaat) dan Al-Qur’an yang agung yang diberikan kepada saya.[16]

2.      Surat yang paling utama di dalam Al-Qur’an
An-Nasa’i dalam Assunan Al-Kubro, Ibnu Hiban, Al-Hakim dan Al-Baikhaki meriwayatkan dari Annas Bin Malik, dia berkata “ pada suatu hari Rasulullah dalam perjalanan. Kemudian beliau berhenti dan turun dari tunggangannya. Lalu seseorang turun dari tunggangannya untuk mendampingi beliau. Kemudian beliau bersabda “maukah engkau saya beri tahu surat yang paling utama dalam Al-Qur’an? Lalu beliau membaca Alhamdulillâhirabbil’âlamÎn”[17]

3.      Surat Al-Fatihah adalah munajat antara hamba dan Rabb-nya
Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, Tirmidzi, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda “barang siapa melakukan shalat tanpa membaca surat al-Faatihah maka shalatnya tidak sempurna”[18]


KESIMPULAN

Merenungkan surat Al-Fâtihah dengan sebaik-baiknya niscaya akan terasa bahwa surat tersebut bukan semata-mata bacaan untuk ibadah, tetapi mengandung bimbingan untuk membentuk pandangan hidup pada diri seorang muslim.
Mula-mula dipusatkan seluruh kepercayaan kepada Allah dengan sifat-Nya yang maha pemurah lagi maha penyayang, disertai dengan keadilan-Nya yang berlaku dari sejak dunia sampai ke akhirat. Dan bila direnungkan pengertiannya bawasanya hanyalah Allah tempat memohon sesuatu. Sesudah pengakuan yang demikian, permohonan yang pertama dan utama, yaitu meminta ditunjukkan jalan yang lurus.


















Abu Dawud dalam Kitabus Sholat, No. 1458
At-Darimi, dalam Bab Fadhli Faatihatul Kitab. No.3433
As-Suyuthi, Jalaluddin. Sebab Turunnya ayat Al-Qur’an.Jakarta: Gema Insani. 2008
At-Tirmidzi dalam Kitabu Tafsiril Qur’an, No. 3049
Bukhari dalam Kitabul Ijarah, No. 2276 Dan dalam Kitabut Tafsir, No. 4474
Hamka. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panji Mas. 2007
Muslim dalam Kitabus Salaam, No. 2201
Huda, Miftahul. Al-Qur’an dalam Perspektif Etika dan Hukum. Yogyakarta: Teras. 2009
Syaltut, Mahmud.1990.Tafsir Al-Qur’anul Karim.Bandung: CV. Diponegoro





[1] Miftahul Huda,Al-Qur’an dalam Perspektif Etika dan Hukum, (Yogyakarta: Teras. 2009), h. 62
[2]Mahmud Syaltut,Tafsir Al-Qur’anul Karim, (Bandung: CV. Diponegoro. 1990),h. 654
[3]Hamka,Tafsir Al-Azhar,(Jakarta: Pustaka Panji Mas. 2007), h. 80
[4]At-Tirmidzi dalam Kitabu Tafsiril Qur’an, No. 3049
[5]Jalaluddin As-Suyuthi, Sebab Turunnya ayat Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2008), h.20
[6]At-Darimi, dalam Bab Fadhli Faatihatul Kitab, No.3433
[7]Bukhari dalam Kitabul Ijarah, No. 2276 dan Muslim dalam Kitabus Salaam, No. 2201
[8]Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panji Mas. 2007), h.  88-89
[9]Ibid, h.  93-95
[10]Mahmud Syaltut, Tafsir Al-Qur’anul Karim, (Bandung: CV. Diponegoro, 1990),       h.  47
[11]Hamka. Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 2007), h. 95
[12]Ibid. Hlm.100
[13]Ibid. Hlm.102
[14]Ibid. Hlm.105
[15]Ibid. Hlm.109-110
[16]Bukhari dalam Kitabut Tafsir, No. 4474, Abu Dawud dalam Kitabus Sholat, No. 1458 dan An-Nasa’i dalam Kitabu Iftitaah
[17]Jalaluddin As-Suyuthi, Sebab Turunnya ayat Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2008), h. .22
[18]Ibid, Hlm. 22-23